Selasa, Oktober 18, 2016

Ketika menjadi baik tidaklah cukup

Kujaga rumahmu
Kubersihkan dari segala kotoran
Kulindungi dari hujan badai yang menerjang
Agar jadi rumah yang nyaman untukmu pulang

Tapi kau tetap mencari kenyamanan di rumah yang lain

Kamis, Oktober 01, 2009

mengingatmu

teringat bukan mengingat-ingat.

karena luar biasanya pikiran manusia, hanya dengan secangkir teh dan sepotong madeleine pun bisa membawa kita menembus waktu.

apalagi dengan semua yang kau tinggalkan.

aku ingin mengingatmu dengan senyum dan tawa, bukan dengan air mata.

tapi mengapa begitu sulit rasanya.

yang terlintas hanya bayangan saat terakhirmu dan rasa sakit yang kau derita.

atau beri tahu saja bagaimana caranya lupa!

on my wedding day

hari ini,

betapa besar harapanku untuk melihatmu ada di sini.

memelukku, menggenggam erat tanganku, menghantarkanku dengan segenap petuahmu, pada lelaki yang kupilih untuk menemaniku seumur hidupku.

dalam pikiran bodohku, dalam permainan imajinasiku, aku sungguh berharap bisa memutar ulang waktu.

hari ini,

bagaimana bisa aku tertawa tanpa kehadiranmu?

bapak, aku rindu...

pacitan, 16 agustus 2009

doa tanpa judul

Tuhanku,

bolehkah aku menangisinya sekali ini saja?

agar lega rasa

agar terangkat beban di dada

agar pergi duka

dua bulan berlalu,

dan aku masih merasa terjebak dalam mimpi buruk tanpa akhir

miss u a lot daddy, banyak cinta dan doa dari dalam lubuk hati

(ingkar) janji

bertanya-tanya,

apa makna janji bagimu?
sekedar rangkaian bunga penghias ruang yang kau hempas saat telah hilang daya pikat?
atau ludah yang kau muntahkan begitu saja karena kau anggap tak ada artinya?

tak tahukah kau,

saat janji kau lalaikan,
kau rusak kepercayaan,
kau bunuh harapan,
bahkan akan ada hati yang kau patahkan...

Rabu, Februari 25, 2009

tahun ketiga

It’s funny how from simple thing

The best thing begins

Hari ini, 3 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya kita saling mengenal. Bukan pertemuan pertama karena setahun sebelumnya, walau aku tak menyadarinya, kita pernah bertemu tanpa sengaja, tanpa kata. Sejujurnya, pertemuan selanjutnya juga tak berasa istimewa. Kau datang, menyapa, bercanda, mengumbar kata dan janji. Aku, dengan kejenuhan dan kelelahan dengan semua drama yang telah berlalu, tidak (berani) menanggapi atau menumbuhkan harapan di atasnya. Dan kau, hanya luka yang tersisa dalam hati yang dikhianati. Kita berdua memulainya dengan penuh keraguan, ketakutan, ketidakpastian. Betapa torehan yang membekas di hati kita hampir saja menciptakan dua manusia yang bodoh dan apatis. Kau dan aku.

Butuh seminggu untukmu memberanikan diri melangkah maju. Dan sejak saat aku melihatmu melangkah masuk melewati pintu hari itu dengan senyuman mengembang di wajahmu, aku mulai berharap. Tanpa sensasi ‘kupu-kupu menari-nari di dalam perutku’, hanya rasa hangat…teramat hangat…seakan matahari bersinar khusus untukku. Hari demi hari berlalu, semakin kita saling mengenal, menyelami, memahami dan menerima satu sama lain maka semakin menguatlah keyakinan dan kepercayaan di antara kita. We’re bound to each other. Seakan tak terpisahkan, sampai-sampai seperti ‘stiker’, ‘gambar tempel. Mungkin karena semangat yang meluap-luap :D Aku tahu, saat itu kita pasti kelihatan konyol dan kekanak-kanakan sekali tapi aku tak terlalu memusingkannya. It’s my life, anyway. Seiring waktu, toh kita pun banyak belajar, tidak hanya tentang diri kita dan hidup kita masing-masing tapi juga tentang satu sama lain. Tumbuh, berkembang, bersama. Kau dan aku.

3 tahun berlalu, banyak konflik, ketidaksepahaman, perdebatan, diselingi hembusan keraguan dan kejenuhan tapi di sana juga banyak tawa dan kebahagiaan. Aku tidak bermaksud menaburkan impian berbunga-bunga di hadapan kita, berjanji manis ‘hanya kau satu-satunya’ atau’ cinta kita akan abadi selamanya’. Aku bahkan bukan jenis orang yang bisa mengumbar kata atau ekspresi cinta (hal yang sering kau keluhkan). Tapi tataplah mataku, dengarkanlah dengan seksama detak jantungku, resapilah setiap hembusan nafasku, hayatilah lakuku maka akan kau temukan keyakinan, kepercayaan, kesungguhan padamu, pada hubungan kita. Aku bersyukur untuk kesempatan yang diberikan Tuhan pada kita untuk saling mengenal, memberi, menerima, mendukung, melengkapi, baik kemarin, hari ini, esok dan semoga untuk seterusnya. Kau dan aku.

across the universe: indonesia (2)

Aslinya mana?”

Pertanyaan biasa tapi butuh bertahun-tahun bagiku untuk menemukan jawaban yang tepat. Menurut hukum ius soli ataupun ius sanguinis, sebenarnya jawabannya singkat saja. Suku bangsa: Jawa, secara mutlak dan meyakinkan tanpa keraguan sedikit pun. Aku lahir di Yogyakarta dari seorang bapak yang berasal Jawa Timur dan ibu yang berasal dari Yogyakarta. Namun bagiku tidak sesederhana itu. Perlu menguraikan perjalanan selama bertahun-tahun untuk sampai pada jawaban yang sebenarnya.

Bapak dan ibu merupakan perantau di Medan, Sumatera Utara sebelum mereka berkenalan dan kemudian memutuskan menikah. Kemudian Bapak menjalani pendidikan di Bandung sementara Ibu (dan aku yang masih di dalam kandungan) dititipkan di rumah mbah di Yogya. Lahirlah aku. Saat bapak sudah menyelesaikan pendidikan, kami kembali ke Medan. Tidak ada yang kurekam dari masa ini. Berlalu tanpa kesan atau ingatan. Sewaktu berusia 2 tahun, bapak pindah tugas ke Palembang, Sumatera Utara. Di kota inilah aku menjalani masa kecilku, TK, SD dan setahun pelajaran di SMP. Budaya, kebiasaan, makanan ataupun lingkungan melekat erat dalam hati dan ingatan. Sebelas tahun ternyata sudah mampu menumbuhkan dan menguatkan keterikatanku pada kota ini, membentuk pribadiku. Mungkin karena itu pula aku tergila-gila dengan makanan pedas dan tidak suka dengan yang manis (kalau laki-laki manis mau lah). Betapa aku merindukan masa-masa itu. Rumah kayu panggung di tepian sungai Musi, pertandingan bidar, meriahnya suasana lebaran (sampai lebaran haji juga dirayakan seperti idul fitri), belajar tari tanggai, terutama sih makanan, pempek, tekwan, model, kemplang, kumbu, buah-buahan dan ikan. Memang mudah menemukan semua makanan itu di daerah lain tapi kalau bicara harga dan keaslian rasanya tetap tak setara.

Kemudian bapak pindah tugas ke Jakarta. Berat rasanya meninggalkan semua orang, kebiasaan dan kehidupan di Palembang. Karena masih belum mendapatkan tempat tinggal di Jakarta, akhirnya ibu, aku dan adikku dititipkan (lagi) di rumah mbah Yogya sementara adik laki-lakiku dititipkan di rumah mbah Pacitan (katanya sih untuk mencegah kecemburuan di antara mbah he3). Aku meneruskan pendidikan di sebuah SMP di pinggiran Yogya (agak susah mencari SMP di dalam kota yang mau menerima siswa pindahan). Setelah setahun di Yogya, ibu dan adik paling kecil pindah ke Jakarta mengikuti bapak. Awalnya susah juga, menyesuaikan diri dengan lingkungan, kebiasaan, orang-orang baru, dan ditinggal sendirian. Tapi lama-lama biasa juga. Aku pun menikmati kehidupan di Yogya. Di sini juga pertama kali kenal mi ayam yang akhirnya jadi makanan favoritku sepanjang masa he3. Kendala utama jelas bahasa. Meskipun bapak-ibu Jawa tulen tapi seumur-umur tidak pernah diajari bahasa Jawa kecuali kata ‘dalem’, jawaban yang harus aku beri saat dipanggil bapak atau ibu tanpa tahu artinya sama sekali. Untungnya di sekolah ada kebijakan untuk memberi toleransi padaku di pelajaran bahasa Jawa. Jadi meski sejelek apapun hasil evaluasi pelajaran, aku tetep memegang nilai aman di rapor :p Sampai sekarang bahasa Jawaku masih saja payah. Menangkap dan memahami dialog bahasa Jawa mungkin bisa walau tidak seratus persen. Bicara? Bahasa ngoko lumayan, bahasa karma tertatih-tatih (bisa dibilang nyaris tersandung). Belum lagi logat Jawaku yang aneh (menurut banyak orang) dan ketidakmampuan membedakan pelafalan huruf ‘t’ dan ‘th’ atau ‘d’ dan ‘dh’. Lucunya aku dapat nilai 9 di pelajaran bahasa Jawa sewaktu lulus SMP. Setelah susah payah menyesuaikan diri di Yogya, bapak memberi ultimatum, aku harus meneruskan SMA di Jakarta padahal sudah semangat ’45 bercita-cita masuk SMA di Yogya. Sampai sekarang kalau lewat di depan SMA itu rasanya masih miris, terbayang-bayang seandainya aku bisa sekolah di sana (lebih mirip imajinasi berbunga-bunga, belum tentu diterima, soalnya itu salah satu SMA favorit hi3).

Di Jakarta, aku cukup beruntung bisa dapat sekolah yang dekat dari rumah, sekitar 5-10 menit berjalan kaki. Beruntung sekali tidak perlu mengalami masa-masa mengejar bis atau terjebak kemacetan (tapi tetap kebanjiran). Sayangnya, kekecewaan karena dipaksa pindah masih sedikit membekas. Aku tidak terlalu menikmati masa-masa tinggal di Jakarta. Banyak hal-hal dan orang-orang yang menyenangkan tapi seringkali merasa sumpek dan sulit beradaptasi. Seperti orang asing. Rasanya seperti bukan duniaku. Sampai sekarang juga tetap merasa seperti itu. Tahun lalu saat aku (terpaksa) pergi ke Jakarta untuk suatu keperluan, belum-belum sudah tertekan, membayangkan kepadatan, kemacetan, polusi, banjir dan kriminalitas (kalau yang terakhir ini imbas keseringan nonton berita kriminal di TV he3). Tapi aku jelas merindukan rumah Jakarta, sekolah, tetangga, teman-teman, semua kenangan dan yang jelas mi ayam pangsit di ujung gang rumahku, tidak lupa juga sate dan batagor di depan SD adikku :D

Menuntaskan keinginan untuk sekolah di Yogya, aku memutuskan untuk kuliah di Yogya. Kali ini orangtua membolehkan karena memang sudah ada rencana kalau bapak akan pindah tugas ke Solo. Sempat mengalami 2 tahun mondar-mandir Yogya-Jakarta sebelum akhirnya benar-benar pindah ke Solo. Lingkungan baru, orang-orang baru, kebiasaan baru. Tapi kali ini sudah tidak ada rasa takut. Aku memilih menikmatinya. Terkadang memang masih merasa seperti ‘orang hilang’ karena kaburnya identitasku. Namun hal yang bisa kupastikan adalah jangan pernah meragukan kelekatanku pada Palembang sebagai tempatku tumbuh dan menghirup nilai-nilai awal kehidupan, kecintaanku pada Yogya sejak pertama kali menginjakkan kaki di sana, penghargaanku pada Jakarta yang membentukku sedemikian rupa serta kedamaian yang kurasakan di Solo karena di sanalah hal paling berharga dalam hidupku berada, yaitu keluarga. Semua meninggalkan jejak dalam diri dan hidupku, semua adalah rumahku. Bagaimanapun aku sangat beruntung mengingat tidak semua orang punya kesempatan seperti aku kan?

Jika saat ini kau bertanya, Aslinya mana?”. Dengan bangga aku akan berkata, “Aku orang Indonesia”. (Bukan karena sok heroik atau nasionalis tapi repot kan kalau harus mengulang seluruh ceritaku tadi). *LOL*

kesabaran

apakah kesabaran itu

angin yang sayu bertiup ringan

menggetarkan pucuk daun-daun

tersenyum pilu di atas deru

lonjakan api menjilat kayu

berakhir nanti di antara kerikil berwujud abu?

apakah ia seperti peri

bayangan putih mengelus diri

bergerak mundur setiap tapak

mengkhianati tekad lurus tajam

dan akhirnya begitu saja melenyapkan diri?


“Kesabaran” dalam Sajak-sajak 33

Toety Heraty

Senin, Januari 12, 2009

today's quote

explore. dream. discover.
(mark twain)

ketika kura-kura itu terbang...

bagaimana melabelkan kata indah pada sesuatu yang begitu menyakitkan dan menyedihkan?

terlepas pro kontra kritik mengenai apakah film ini mendukung invasi amerika ke irak atau justru benar-benar menggambarkan sentimen yang sesungguhnya dirasakan warga irak berkaitan dengan kekuasaan saddam husein, jalinan kisah dalam film ini benar-benar indah dah menyentuh hati. toh, siapapun atau apapun yang jadi pemicu, pemrakarsa atau penyebabnya, perang tetaplah menjadi kisah tragis, menyakitkan dan duka bagi korban-korbannya.

berlatar belakang di kampung pengungsian suku kurdi menjelang invasi amerika ke irak, film ini menceritakan bagaimana rupa kehidupan orang-orang di pengungsian yang diliputi keresahan dan ketegangan mengenai kejelasan nasib mereka, penuh tangis dan tawa. berpusat pada satellite (soran ibrahim), seorang bocah (menjelang dewasa) yang memperoleh panggilannya berdasar keahliannya mengutak-atik posisi antena televisi agar bisa menangkap saluran asing untuk memantau perkembangan berita perang bagi penghuni pengungsian. dengan gayanya yang tengil dan sok (segalanya), satellite layaknya matahari pusat galaksi bagi bocah-bocah serta penghuni pengungsian lainnya. bagaimana sikap bossy dan sok berkuasanya saat mengatur bocah-bocah lain dalam pengumpulan selongsong senjata dan ranjau (yang kapan saja bisa meledak) sebagai sumber penghidupan mereka atau saat melakukan tawar menawar harga ranjau dengan seorang 'mister' (seorang pialang ranjau yang sebenarnya orang kurdi juga), begitu pula gaya semaunya dalam menghadapi tetua kampung saat menterjemahkan berita (menjelang) perang di televisi sebagai sandi rahasia dibalik ramalan cuaca.
ah, masih tak lepas rasa geliku mengingat polah pashow dan shirkooh, kedua ajudan satellite serta ekspresi jengah-tapi-mau salah satu tetua saat di bawah kendali satllite, siaran televisi terhenti di saluran yang 'haram'. kepolosan, kekonyolan dan kelucuan meniriskan kelamnya hari-hari mereka.

cinta adalah saat bertemu agrin, seorang gadis pengungsi berwajah penuh luka dan duka beserta balita buta misterius yang diasuhnya (riga) dan kakak lelaki yang buntung lengannya akibat ranjau (hengov). devosi dan afeksi yang diberikan satellite ditanggapi dengan dingin oleh sang gadis. upaya bunuh diri atau sikap bertolak belakang
agrin yang ditunjukkan pada sang balita asuhannya, terkadang sayang, terkadang 'kejam' tak diriwayatkan dengan jelas sampai menjelang penutup cerita. akhirnya terjawab derita apa yang ditanggung si gadis yang ia cinta. dan satellite pun paham, satu hal yang pasti dalam perang bukanlah kemenangan atau kejayaan bagi satu pihak melainkan luka dan airmata bagi banyak jiwa.

Senin, Januari 05, 2009

Invites Me, Invites Me Not

Apa reaksi Anda saat menerima sebuah undangan pernikahan? Ungkapan rasa turut berbahagia tentulah reaksi yang sewajarnya atau paling tidak, secara normatif, seharusnya. Mungkin juga bersedih bila undangan tersebut dari orang di masa lalu yang begitu melekat di hati sehingga sakit untuk melepaskannya. Bisa jadi tersentil karena undangan itu mengingatkan pada status lajang Anda (seperti juga saya) yang seakan tanpa akhir. Atau mungkin saja melotot. Entah karena memang bawaan lahir. Entah karena kebetulan tersedak biji salak yang lupa dimuntahkan keluar. Entah karena keterkejutan atau ketidakpercayaan (bisa pada pelaku pernikahan atau pernikahan itu sendiri).

Sayangnya reaksi yang paling sering saya temui di lingkungan sekitar, undangan yang semestinya merupakan suatu kabar bahagia justru ditanggapi dengan rasa khawatir dan tertekan oleh sang penerima. Mulai dari menyesali kedatangan lembar undangan, meratapi nasib, sedikit rutukan dan keluhan sampai pada fase pandangan mata kosong dan jiwa tertekan memikirkan bagaimana cara memperolehi uang ekstra dalam upaya memenuhi ekspektasi (lebih sering mengarah menjadi suatu tuntutan) sosial berupa pemberian bingkisan atau uang. Suatu tindakan berdasarkan ketulusan dan rasa kebersamaan sosial berkembang menjadi kebiasaan yang mengikat dan berakhir menjadi kewajiban.

Anda tentunya sudah cukup terbiasa dengan catatan tambahan yang lumrah menyertai lembar undangan berupa pemberitahuan ‘Tanpa mengurangi rasa hormat, tidak menerima bingkisan dan rangkaian bunga’ atau kalimat sejenis itu. Pengalaman pribadi mengajarkan betapa bingkisan atau karangan bunga memang cenderung lebih merepotkan daripada pemberian uang, baik bagi pemberi maupun penerima. Namun sulit menutupi keterkejutan saya ketika suatu hari membaca sebuah undangan (untungnya hanya membaca karena bukan ditujukan pada saya) yang di dalamnya tertera pesan pemberitahuan dalam rupa 3 buah gambar. 2 diantaranya berupa gambar kado dan bunga dalam lingkaran yang masing-masing diberi tanda silang dan gambar berikutnya berupa amplop dalam lingkaran. Sudah bisa menebak artinya tanpa perlu kehadiran ahli sandi kan? Sebenarnya maksud yang hendak disampaikan tidak jauh berbeda dari versi pesan tulisan, hanya saja dalam wujud yang lebih praktis, yaitu simbol. Sayangnya justru berkesan kasar buat saya yang cenderung sensitif apabila berurusan dengan kata atau tanda karena lebih terbaca sebagai suatu perintah “Beri saya uang! Pemberian dalam bentuk lain dilarang!”

Tolong jangan artikan sikap dan penilaian saya sebagai manifestasi pribadi yang dingin, kikir, penuh perhitungan ataupun keengganan untuk berbagi dengan sesama. Sungguh suatu hal yang membahagiakan bila bisa memberi, membantu , berperan atau melakukan sesuatu untuk orang lain. Sehingga menjadi suatu kekecewaan ketika sistem yang berkembang dalam masyarakat saat ini justru mengabaikan substansi perayaan pernikahan, yaitu mengumumkan pernikahan serta berbagi kebahagiaan dan mengaburkan makna solidaritas atau kebersamaaan sosial sebenarnya, yaitu memberi tanpa pamrih. Saat luapan afeksi dan ketulusan yang terkandung dalam suatu pemberian hanya dipandang berdasar wujud atau kauntitas fisiknya untuk kemudian dibukukan, diinventarisasi atau bahkan mudah-mudahan tidak dinilai atau dijadikan tolak ukur pemberian (balasan). Begitu pula saat suatu pemberian dilekati harapan memperoleh balasan yang sepadan.

Saya percaya masih banyak pribadi-pribadi mulia yang tidak terjebak gan dalam pola hipokrit seperti itu. Tapi sulit disangkal bahwa realita yang berkembang dalam masyarakat adalah tindakan manasuka tersebut menjadi suatu keharusan yang disertai sanksi sosial. Di daerah tertentu dapat ditemui fakta bahwa pemberian (atau lumrah disebut sumbangan) di acara pesta semacam ini dicatat dengan detil mulai nama pemberi, aitem dan jumlahnya sehingga saat sang pemberi tersebut suatu saat mengadakan hajat maka si penerima harus memberikan sesuai apa yang dulu telah diterimanya dari orang yang bersangkutan. Ironisnya lagi, sepertinya sudah terbentuk aturan baku tak tertulis dalam masyarakat bahwa besarnya pemberian mesti berkorelasi positif dengan strata status, kedudukan atau kemampuan (baca: kaya) sang penyelenggara pesta. Artinya, semakin tinggi kedudukan atau kekayaan maka semakin tinggi pula besaran pemberian. Atau ketika pemberian untuk pesta pernikahan (yang diselenggarakan atas dasar pilihan sadar melalui pemikiran matang sebagai ekspresi kebahagiaan) seringkali lebih diprioritaskan, baik kuantitas maupun urgensinya daripada pemberian untuk orang yang benar-benar membutuhkan (entah bencana, sakit atau meninggal) yang secara logika merupakan peristiwa tidak direncana, tidak diharapkan dan jelas lebih membutuhkan bantuan. Seorang kenalan malah pernah dengan terang-terang berkata (yang sebenarnya dimaksudkan untuk menasihati saya yang masih belum menikah juga), “Jangan khawatir tentang biaya nikah, nanti balik modal dari sumbangannya kok”. Kenyataan yang benar-benar menyedihkan melihat perayaan pernikahan dipandang dan diperlakukan tidak lebih seperti bisnis warung makan selama beberapa jam.

Jangan takut untuk mengundang saya atau menerima undangan saya. Tenang, saya bukan manusia berhati batu. Ini bukan upaya pemboikotan tindakan berbagi, memberi atau menerima dengan orang lain. Bukankah hal tersebut instrumen interaksi yang indah dalam kehidupan manusia? Saya hanya berharap ini bisa jadi bahan renungan yang akan membuka hati dan meluweskan kerangka pemikiran kita untuk bisa bersikap lebih bijak.

Jika di masa yang akan datang Anda berkenan untuk mengundang saya, mohon untuk memaklumi bahwa apapun yang saya berikan untuk Anda adalah buah afeksi, kesungguhan dan perhatian dari lubuk hati yang paling dalam, tanpa mengharap apa-apa (Kalaupun Anda tidak mengundang saya, tidak akan saya jadikan prasangka atau radang dalam hati. Doa dan harapan yang tulus untuk kebahagiaan Anda).

Dan, jika di masa yang akan datang Anda berkenan memenuhi undangan saya, mohon untuk tidak menjadikan hal tersebut sebagai beban karena, dengan segala hormat dan kerendahan hati, yang saya harapkan hanyalah sekedar kesediaan Anda untuk hadir dan berbagi momen penting dalam hidup saya, tanpa mengharap apa-apa.

Scarlett O’Hara, Ksatria dan Putri dalam Menara

Kecintaan pada kisah Gone with The Wind bermula dari filmnya yang hanya sekali saya tonton saat di SMA dan terus berlanjut sampai sekarang ketika akhirnya membaca novelnya, entah apa yang menahan saya, lebih dari 10 tahun kemudian. Bagi saya, berbicara tentang karya tersebut bukan hanya mengenai semburat emosi akan suatu keindahan, kenikmatan maupun kesenangan atas suatu karya tetapi lebih kepada jejak yang tertanam dalam dan memberikan sumbangan relatif dalam cara pandang dan pemikiran saya. Filmnya sendiri sebenarnya tidak terlalu termemori dengan baik, apakah kedua pemeran utamanya - Clark Gable dan Vivienne Leigh – memikat, apakah tata kostum maupun lokasinya memukau atau apakah alur cerita juga skenarionya menghanyutkan. Namun, dangkal rasanya apabila menihilkan keberadaan film yang sudah memperkenalkan saya untuk pertama kalinya pada sosok yang mengikat hati dan pikiran saya, Scarlett O’Hara.

Entah bagaimana cara untuk mendeskripsikan keberadaan maupun perannya dalam hidup saya. Dia mungkin pujaan, idola atau sejenisnya meskipun saya bukan jenis orang yang gemar memuja, mengagungkan maupun mengidolakan sesuatu secara berlebihan. Saya lebih memilih cara yang sederhana dan bersahaja untuk mengekspresikannya, bukan dengan tindakan ekstrim apalagi menjadikannya sebagai kebenaran mutlak. Scarlett hanyalah representasi dari wanita yang jauh dari sempurna dan masih banyak figur wanita yang lebih bercitra mulia dibanding dia. Akan tetapi rasa keterkaitan atau keterikatan yang dalam justru terjalin dari sosok manusiawi tersebut. Pada pribadinya saya berkaca, membangun dan memperbaiki diri saya. Seorang wanita yang percaya pada dirinya sendiri, berani, mandiri, penuh semangat dan optimisme, tahu apa yang dia inginkan dan memperjuangkannya tanpa kenal kata menyerah.
Untuk menempatkannya sebagai panutan seutuhnya sepertinya juga berlebihan karena di sisi lain, Scarlett adalah pribadi impulsif, temperamental, oportunis dan sanggup menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang dia inginkan. Obsesinya pada uang, Tara dan Ashley sering mendorongnya melakukan tindakan yang tak sepantasnya. Betapa keangkuhan dan ketidakpeduliannya harus dibayar mahal, kehilangan hal yang benar-benar berharga dalam hidup, putri bungsunya dan cinta tulus suaminya. Dia justru menyia-nyiakan kebahagiaan yang sebenarnya sudah ada dalam genggamannya dengan terus mengejar keterpenuhan secara materi. Namun tidakkah dari sisi negatif atau pengalaman buruk kita semestinya juga bisa menarik pelajaran dan hikmah? Bukan sekedar mencela ataupun menggunjingkannya. Dia tetap sosok yang mengagumkan, memikat sekaligus meledakkan emosi dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Perbedaan dirinya dari idealisasi gambaran ‘putri cantik, baik hati dan lemah lembut yang menanti ksatria untuk menyelamatkan hidupnya’ menyadarkan saya, entah dari kepasrahan atau ketidakpedulian menahun, atas sesuatu yang selama ini terberi dan terinternalisasi sehingga diterima menjadi suatu kebenaran (dan jikalau belahan jiwa saya adalah seorang ksatria dan saya seorang putri, saya tentu saja bukanlah putri yang akan menghabiskan hidup untuk tidur panjang, memanjangkan rambut atau menjalin kain di menara kastil sambil menantikan kedatangan sang penyelamat). Dia menangis, merasa takut, berkeluh kesah dan rapuh di saat menghadapi kesulitan namun dia mampu bangkit dari duka dan keterpurukan menjelma menjadi sosok pemberani dan kuat dalam memperjuangkan hidupnya bukan dengan terus-menerus meratapi nasib, mengharapkan belas kasihan atau mengandalkan pertolongan dari orang (tidak juga dengan kepasrahan absurd ala sinetron). Dan sebagaimana dirinyalah saya berharap semua wanita menjalani hidup, penuh kesadaran, keberanian, penghargaan dan keyakinan pada diri sendiri sehingga tak ada satu menarapun yang akan memenjarakan kita. Hentikan khayalanmu! Lepaskan diri dari penantian akan datangnya ksatria berkuda putih penyelamat hidup sebagaimana dongeng klasik pengantar tidur. Jangan hanya mengharapkan bintang jatuh di pangkuanmu. Karena pilihan dan kesempatan ada di tanganmu. Raih dan perjuangkan impianmu serta hidupmu.

tahun baru

sebenernya ga gitu demen perayaan gini2an. biasanya juga memilih tidur kecuali ada sesuatu yang bisa bikin terjaga. malam tahun baru kemaren ada kencan ama baget dan ibu angsa, girls talk. walaupun karena badan tua, belom jam 12 dah tepar semua :p badan tua ya gini. ngucapin selamat tahun baru jg males. bukan karena anti sosial tp bukanya yg perlu diselametin tuh orangnya, bukan tahunnya :p kalo boleh sih...

beribu rasa syukur diucapkan
beribu harapan diterbangkan
beribu doa dipanjatkan
semoga yang telah berlalu jadi pelajaran

selamat datang tahun 2009!

Rabu, Desember 31, 2008

across the universe: indonesia (1)

penasaran kok ada gadget nama versi korea di bagian bawah halaman blog ini?
ha3 kalo ga penasaran juga ga apa-apa, aku tetep bakal cerita kok.

sejak kecil dulu, aku kan seneng banget ama bahasa asing termasuk kebudayaannya juga lho. inget deh zaman kecil dulu rajin ngikutin program pelajaran bahasa prancis di tpi (dulu waktu beneran masih televisi pendidikan lho). sampe gede minat terhadap bahasa asing juga tetep besar (terbukti, dapat gelar sarjana juga dari fakultas ilmu budaya (dulu sastra), jurusannya juga sesuai dengan cinta pertama semasa kecil, sastra prancis.

sejak smp, preferensi minat mulai menyempit jadi asia mania, khususnya jepang, korea (sedikit cina). sempet belajar bahasa jepang tapi karena ga sanggup membagi waktu untuk meneruskan kursus, akhirnya bubar di tengah jalan. pas zaman kuliah sempet ikut kuliah bahasa dan kebudayaan korea. seneng banget sih. terlebih lagi kalo dibandingkan dengan bahasa jepang dan mandarin, aksara bahasa korea lebih ringkas dan praktis. ga perlu menghapalkan ribuan bahkan jutaan huruf kanji. walaupun secara gramatikal ketiga bahasa ini mirip, mungkin karena keserupaan akar kali ya.

kesukaanku pada drama, sinema, musik dan komik pun banyak berkaitan dengan minat pada bahasa. aku sudah lupa mana yang penyebab, mana yang akibat. yang jelas berkorelasi positif. semakin suka bahasa, semakin semangat menyimak drama, sinema maupun komik. begitu juga sebaliknya. sampai2 sempet punya cita2 ga bertanggungjawab. pengen dapet suami orang korea ato jepang. ampun deh.

nah, gadget nama versi korea itu salah satu hasil isengku waktu bw ke sini. tapi tetep keren nama asli deh.
karena biar bagaimanapun, aku tetep cinta indonesia, juga orang-orang, kebudayaan dan bahasa indonesia (kecuali sinetron atau program tv, hmmm...ntar dulu deh, harus banyak pikir, periksa dan pilih).

<.....................trrrrrrrrrrrrrrrt................celingak-celinguk bentar, badan kaku terdiam di kursi. whoaaaaa barusan ada gempa, katanya 4,7 SR. kayaknya ini juga bagian dari indonesia yang -terpaksa- kucintai hi3>

jelas sangat cinta. banyak temen sering sekali mengeluh karena aku suka rewel mengoreksi diksi kata atau kalimat mereka. mungkin juga karena obsesi pengen jadi editor yang belum kesampean kali ya
:p

dan aku bangga menjadi orang indonesia!

Selasa, Desember 30, 2008

kau dan aku

dan bila pun diriku tercipta dari tulang rusukmu

bukan berarti kau berhak memperlakukanku semaumu

jangan pernah lupa

tanpa tulang

kau hanya sekedar seonggok daging dan darah

tanpa daya dan kekuatan

hargai diriku

hormati aku

tangisku adalah darahmu

tawaku adalah detak jantungmu

karena

kau dan aku satu

perempuan

kutulis di halaman pembuka skripsi sastraku

aku,

tidak lahir

sekedar jadi penuntas desahmu

tidak juga sekedar jadi pelepas merah-birunya hatimu

tidak juga sekedar jadi peretas lelahmu

tidak juga sekedar jadi muara dan inang buah ladangmu

tidak juga sekedar jadi pengabdi dan pelayan hidupmu

tidak juga sekedar jadi hiasan dan pelengkap duniamu

karena

aku,

perempuan

dengan darah dan daging, raga dan jiwa serupamu

dengan gegap gemerlap kehormatan seagungmu

dengan derajat dan hak setaramu

dengan harkat martabat semuliamu

dan,

hiduplah diriku sebagaimana hidupmu

bukan sebagai warga kedua semestamu

Rabu, Desember 24, 2008

selamat datang!

akhirnya kelar juga acara pindahan dan menata ulang rumah baru. sekarang siap diisi deh. mudah2ah ga kena penyakit males :d

bienvenue chez moi...

Selasa, Desember 23, 2008

reborn

ceritanya mau pamer foto pake hanbok waktu korean festival di kampus fib ugm kemaren, cerita lengkap proses pemotretannya di sini (foto menyusul, menunggu jaringan internet ramah-upload / download). disetani ama saudari peppy nih (actually, she did nothing. emang aku aja yang kepengen ikutan he3). padahal sepanjang beberapa tahun kuliah di fib, bahkan sempet ambil mata kuliah bahasa korea juga, ga sekalipun kepikiran yang kayak gini. selain karena aku bukan jenis orang yang ramah dengan kamera dan saudara sespesiesnya. dulu hidupku kaku, datar dan lurus-lurus aja. belajar, sekolah (kuliah), pulang ke rumah, mengurung diri di kamar. minim aktivitas sosial, minim teman, minim pengalaman, terus-menerus, berulang-ulang.

sekarang tambah tua, tambah aneh-aneh. orang mungkin menilai ini sebagai puber kedua atau krisis identitas. aku bilang, aku sedang membayar hutang pada diriku sendiri, pada hidupku. bukan berarti aku mengutuk atau tidak mensyukuri hidupku versi dulu. manusia kan berpikir dan berevolusi. kenapa juga bangga dan terus bertahan hidup dalam tempurung, membatasi diri dengan alasan yang ga jelas?
lakukan saja, ini hidupmu. makanya belakangan ini mulai mencoba banyak hal yang dulu enggan kucoba, kuabaikan, kukesampingkan, kutakuti, atau kuhindari. pesen minuman selain es teh kalo lagi makan di luar (percaya ga, aku dulu SELALU minum es teh kalo jajan, kadang-kadang cappucino sih), belajar yoga (walaupun cuma sekedar baca buku dan ngikutin vcd tutorial), pake baju yang berwarna terang, mencoba makanan baru, ikutan facebook, utak-utik ngeganti layout friendsterku yang standar(ampe les privat ama adekku he3), rajin foto-foto, njawil temen-temen lama yang tak hanya terpisah jarak tapi juga waktu atau mencari temen baru, sampe nerusin (plus menata, mendesain dan mengembangkan) blog (-blog) pribadi yang sempet mati suri.

i just want to have a more valuable (qualitatively) and colourful life.

(in) danger


AWAS!

JANGAN MENDEKAT

AKU MENYENGAT

Yogyakarta, 18 Desember 2008


how can you mend a broken heart?

How can you mend a broken heart?

A heart that torn into pieces


Baru belakangan ini benar-benar menyadari (kemaren-kemaren kemana bu?) bahwa hati manusia itu sesungguhnya rapuh. Entah itu luka yang dalam, meradang dan bernanah atau hanya sekedar goresan kecil, tetap saja sakit dan membawa dampak, apapun itu, ke dalam hidupmu. Bagaimanapun sakit yang dirasakan, akan membuatmu limbung, meremukkanmu, menggerogotimu atau bahkan bisa juga menghancurkanmu. Bukan hanya perih di hati, tertanam juga termemori dengan baik di dalam otak dan meninggalkan jejak yang sulit dihapuskan di jiwamu. Inilah bagian terburuknya. Tidak seperti kulit yang bila luka mungkin hanya meninggalkan jejak visual, lain ceritanya dengan hati.

Dan akhirnya, aku tak (atau belum? Entahlah, time will tell) bisa merasakanmu, melihatmu dan meyakinimu dengan cara yang sama, seperti dulu lagi. Aku selalu percaya bahwa luka dan duka akan membentuk pribadi seseorang, menguatkannya, mendewasakannya (masih tetap percaya kok). Namun sekuat apapun kutekan dan (coba) kuabaikan, tetap ada bagian dari diriku yang takut, tak aman, tak tenang dan tak henti-hentinya bertanya-tanya. Bukan, bukan berarti aku mencoba mendramatisasi masalah atau mengungkit-ungkit yang telah berlalu, hanya saja…


Please help me mend my broken heart and let me live again


Yogyakarta, 17 Desember 2008

akhirnya

Setelah bertahun-tahun, sadar juga kalo aku punya blog yang ga pernah diurus :p dulu sih karena gaptek (jarang OL dan ga mudeng juga cara mendesain blog), terus karena alasan praktis bikin blog di sini yang 'nempel' dengan akunku di situs pertemanan tersebut (sekali login, dua akun terurus he3).

Belakangan kok kepengen lagi bikin blog yang mandiri (plus ceritanya mencoba menyemangati diri untuk menulis lagi). Waktu dalam proses belajar ngeblog dengan baik dan benar trus membuat link dengan blog teman-teman, eh kok nemu nama yang familiar, nama yang kupilih untuk blogku ini. Dengan alasan sentimentil, coba kubuka (pake acara lupa nama user pula he3), dipikir-pikir, sayang juga ya kalo ga diterusin. Ya udah, untuk pembukaan, nulis ini aja. Sekaligus ngutak-atik layout dan segala macam (kayaknya tetep butuh tutorial deh, dah bawaan lahir gaptek kali, pusing ngeliatnya).

Kalo masih males nulis lagi, tolong ditimpuk aja ya :D

Yogyakarta, 16 Desember 2008

lorca

malam tak ingin datang

agar kau tak bisa datang

dan aku tak bisa pergi...

tapi kau akan datang

dengan lidah terbakar hujan garam

siang tak ingin menjelang

agar kau tak bisa datang

dan aku tak bisa pergi...

tapi kau akan datang

lewat lorong-lorong kumuh penuh kegelapan

baik siang maupun malam ingin datang

agar aku bisa mati untukmu dan untukku


federico garcia lorca


untukmu, semburat dalam hatiku


Yogyakarta, 5 Mei 2006

beautiful

Every day is so wonderful
And suddenly, it's hard to breathe
Now and then, I get insecure
From all the fame, I'm so ashamed

I am beautiful no matter what they say
Words can't bring me down
I am beautiful in every single way
Yes, words can't bring me down
So don't you bring me down today

To all your friends, you're delirious
So consumed in all your doom
Trying hard to fill the emptiness
The piece is gone left the puzzle undone
That's the way it is

You are beautiful no matter what they say
Words won't bring you down
You are beautiful in every single way
Yes, words won't bring you down
Don't you bring me down today...

No matter what we do
(no matter what we do)
No matter what they say
(no matter what they say)
When the sun is shining through
Then the clouds won't stay
And everywhere we go
(everywhere we go)
The sun won't always shine
(sun won't always shine)
But tomorrow will find a way
All the other times

We are beautiful no matter what they say
Yes, words won't bring us down
We are beautiful no matter what they say
Yes, words can't bring us down
Don't you bring me down today

Don't you bring me down today
Don't you bring me down today


apa sih cantik itu?

serupawan krisdayanti, bokong seksi ala j-lo, bibir seksi angelina jolie, atau tubuh semolek eva longoria?

keharusankah?

jika upaya menjadi cantik atau tampak cantik dilandasi kesadaran diri sebagai representasi perayaan atas apa yang Tuhan beri untukmu, that's fine

tapi jika itu memperbudakmu, hentikan!

wanita, cintailah dirimu

karena kamu cantik, in every single way :)


Yogyakarta, 5 Mei 2006

it's okay

Sun is up should be feeling great,
your feeling rough got too much on your plate,
a busy day got a lot to do,
a heavy head you think you've caught the flu.

Something deep inside begins to stir,
spirit, conscience your not really sure.
It's gonna be okay...
It's gonna be okay...

Another day your late for work,
the shower's cold you ain't got no clean shirt.
A cup of tea just might do the trick,
the milk's gone off by now feeling sick.

Something deep inside begins to stir,
spirit, conscience your not really sure.
It's gonna be okay...
It's gonna be okay...

We laughed, we cried, we shared along the way,
we did some things we knew we shouldn't do.
So after all what's this life living for,
work it out or head straight for the door
It's gonna be okay...either way
It's gonna be okay...

You close your eyes, try to sleep.
Scold yourself for hours that you keep.
Drifting off will I dream tonight?
In my dreams perhaps I'll get it right.

Something deep inside begins to purrr,
spirit, conscience your not really sure.

It's gonna be okay...
It's gonna be okay...either way
It's gonna be okay...


tidak masalah seberapa buruk atau kacaunya hidupku detik ini.

it's gonna be okay, either way.

tapi jgn cuma mlongo aja, meratapi nasib, berjuang dong.

jatuh?

bangun lagi.

ayo semangat!


Yogyakarta, 5 Mei 2006

i turn to you

When I'm lost in the rain,
In your eyes I know I'll find the light to light my way.
And when I'm scared and losing ground;
When my world is going crazy, you can turn it all around.

And when I'm down you're there; pushing me to the top.
You're always there; giving me all you've got.

For a shield from the storm;
For a friend; for a love
To keep me safe and warm,
I turn to you.
For the strength to be strong;
For the will to carry on;
For everything you do;
For everything that's true,
I turn to you.

When I lose my will to win,
I just reach for you and I can reach the sky again.
I can do anything,
'Cause your love is so amazing; 'cause your love inspires me.

And when I need a friend, you're always on my side;
Giving me faith that gets me through the night.

For a shield from the storm;
For a friend; for a love
To keep me safe and warm,
I turn to you.
For the strength to be strong;
For the will to carry on;
For everything you do;
For everything that's true,
I turn to you.

For the arms to be my shelter through all the rain;
For truth that will never change;
For someone to lean on;
for a heart I can rely on through anything;
For that one who I can run to....
I turn to you.

For a shield from the storm;
For a friend; for a love
To keep me safe and warm,
I turn to you.
For the strength to be strong;
For the will to carry on;
For everything you do;
For everything that's true,
I turn to you.

For a shield from the storm;
For a friend; for a love
To keep me safe and warm,
I turn to you.
For the strength to be strong;
For the will to carry on;
For everything you do;
For everything that's true...

For everything you do;
For everything that's true,
I turn to you...


lagu soundtrack kalo inget emak or my beloved one(s)

kamu juga :)

Yogyakarta, 5 Mei 2006

di kala sakitku

punya blog, kok masih belum menunjukkan indikasi peningkatan aktivitas menulis yang signifikan, dalam 1 bulan cuma up-date 1 tulisan?! masa aku harus meninjau ulang obsesiku jadi seorang editor? dulu sih alasannya karena lo-tech, sekarang? masih banget sih tapi lebih menjurus pada ke-jarang-an masuk warnet :p komplikasi anatara males dan kebijaksanaan uang ketat. faktor lo-tech ini ga bisa terus-terusan dijadikan alasan, soalnya ada seorang sahabat karib yang lebih lo-tech dariku tapi bisa rutin memasukkan tulisan (kau-tahu-siapa lah he3)

karena dalam hidup yang seringkali lebih dipentingkan adalah alasan, lebih dari tindakan itu sendiri, maka aku juga punya alasan, mau dibilang justifikasi juga boleh, yang jelas ini bisa dikategorikan alasan sejuta umat, aku sakit, selama 3 minggu berturut-turut (ini cuma hitungan kasar)

fase pertama : batuk, pilek atau radang tenggorokan, ga tau lah, yang jelas 2 hari ga bisa ngomong, bagusnya aku emang ga gitu gemar ngomong tapi tetep sengsara juga, cuma bisa pakai bahasa tubuh atau desahan ga jelas dan tanpa konsep, sumber virus? aa sang sumber penyakit! tunggu pembalasanku!

fase dua : belum tamat penyakit sebelumnya, aku kena cacar air, di usiaku yang se-uzur ini, sumpah, buat yang belum pernah kena, jangan iri deh, sengsaranya minta ampun, serasa bisul-bisul mini mengepung seluruh tubuh+efek sampingan lainnya yang menyiksa, ga lagi-lagi deh, ditambah lagi resiko 'efek bulan' di kulit yang mungkin ditanggung jika punya tangan super kreatif seperti punyaku (untung udah ada yang mau jadi ga khawatir-khawatir banget harga jual jatuh :p), kalau yang ini sang penular adalah keponakan tersayang (ga sanggup marah, salahku juga yang ga bisa menahan diriku untuk menjamahnya), ga nyangka, jarak umur 2 dekade ga menghalangi kebersamaan+rasa senasib sepenanggungan tante feat. keponakan

di atas segalanya, di kala sakitku (dan susahku), di tengah rasa pusing kepala, badan panas dingin menggigil, gerombolan cacar yang nyakitin badan+tenggorokan sakit a la panas dalam, I miss my mom, really do, kebayang-bayang nyamannya tidur dikelonin, dielus-elus kepalaku atau dahiku biar cepat tidur, diomelin ampe bego karena ngeyel ga mau minum obat, dipaksa-paksa makan atau kalau kepepet disuap, norak banget ya? biar aja dibilang kolokan, udah uzur masih terlekat pada ibu, surga hatiku, emang bener-bener ledakan sentimentil sang pesakitan :p

dan malam itu, aku kembali menangis mengingatmu

buat abang, walaupun kamu lah sumber penyakitku, makasih banget ya a sudah tabah mengurus dan menemani pasien yang cerewet ini. love u hunny!


Yogyakarta, 5 Mei 2006



intro

tulisan2 selanjutnya adalah beberapa tulisan yang pernah ku-posting ke blogku yang lama. yang namanya pindahan ya harus total dong. semua tulisan yang ada di blog lama ku-posting ulang di blog ini (tenang, ga banyak kok. cuma sekitar belasan aja). ini adalah tulisan pertama, intro.


"Apalah artinya nama ?", bila merujuk pada ujaran Shakespeare, mawar tetaplah mawar, harum dan cantik, apapun nama yang disandangnya. Secara esensi, pernyataan ini bisa diterima. Hal yang paling penting dan mendasar kan muatannya? Bukan semata-mata pelabelan saja. Tapi . . . kalau dipikir-pikir, katakanlah orang tuaku penganut pemikiran seperti itu, yang penting kualitas bukan label, aku ga berharap juga untuk diberi nama 'moron' atau sejenisnya (eh, tapi ada pesohor Indonesia yang punya nama tenar 'moron', wonder why ? he3).

Untukku nama itu penanda, representasi harapan maupun ringkasan tentang obyek yang dilabelinya. Apabila ada yang diberi nama Wati, sewajarnya (menurut standar khasanah kultur dan bahasa Indonesia) nama tersebut menjadi penanda kalau si orang yang bersangkutan berjenis kelamin perempuan. Apabila ada toko yang diberi nama 'Slamet', ini menjadi representasi harapan pemberi nama agar si empunya nama 'selamat' dalam menjalani karirnya sebagai sebuah toko. Atau apabila sebuah buku itu diberi nama 'Harry Potter', ini mewakili garis besar cerita yang termuat dalam buku itu, yaitu kisah tentang Harry Potter (tapi sekarang ini tidak menjadi hal yang mutlak, soalnya ada fenomena banyak orang yang lebih pintar membuat nama / judul tapi kurang pintar mengkonstruksi isinya, jadinya keberatan nama atau ga nyambung antara nama dan yang dinamai, meminjam jargon bang napi, waspadalah!)

Lalu, kenapa 'incipit' ?

Sudah lama pengen punya blog sendiri (dulu dah pernah bikin tapi entah kemana, namanya aja dah lupa, apalagi passwordnya, trus akhir2 ini iseng bikin blog di prenster tapi kata temen namanya njijik'i, lha wong cuma iseng plus sengaja norak kok), bukan karena trend atau untuk keren-kerenan, asyik aja lagi punya media ekspresi, komunikasi plus promosi diri :p gratis pula. Ya gitu deh, tapi bingung juga nentuin nama.

Ada banyak ide sih, misalnya 'gadis mesum mendamba jejaka' ? (ini sih ide mega super norak dan destruktif dari temen-temenku, plis deh, apa aku terlihat segitu mesumnya ?), kok kayak iklan biro jodoh atau iklan XXX banget ? ; 'je suis comme je suis' (petikan puisi jacques prevert favoritku), tapi kepanjangan dan lagian emang situ ngerti ? (fakta..fakta..he3 jgn nyangkal) ; sempet kepikiran 'ad infinitum' (gara-gara baca buku tan malaka nih), bagus sih tapi sadar diri lah, aku kan ga gitu ngerti maksudnya, ntar kasusnya jadi keberatan nama pula ; kalau misalnya pakai nama asli, hmmm..i just don't like 2 live under the spotlight, bukan maksud hati GR kalau blog-ku bakal terkenal dan dibaca banyak orang, masalahnya, aku bikin blog cuma karena pengen menyampaikan pikiranku, (sedikit) perasaanku (mungkin), bukan untuk diketahui atau dikenal secara pribadi dalam tataran sosial. Anti sosial ? yes, i am, a socially awkward loner. Aku memang bukan orang yang terbuka atau luwes dalam menghadapi interaksi pribadi yang ke-sosial-an jadi daripada situ sakit hati menghadapi ke-dingin-an dan ke-tembok-anku, mending hati-hati deh kalau emang mau terjalin apalagi terikat secara personal denganku. Lagipula, aku senang dan menikmati 'solitude ambiance', berpikir (meski bukan pemikir hebat atau jenius abad ini, logika, rasio, nalar dan perangkat otak lainnya menjadi hal yang mungkin paling bisa kubanggakan, my selling point he3), merenung, kontemplasi atau apalah. Jadi, bergumullah dengan pikiranku !

Balik ke masalah nama, pengennya sih nama yang sederhana, mudah dibaca, ditulis, dilafalkan dan diingat tanpa terhambat faktor SARAF (kalau yang terakhir, maksudnya fisik) tapi tetap bermakna dan tidak mengabaikan unsur estetika. Jadilah INCIPIT, berasal dari bahasa latin (bukan sok cerdas atau keren tapi kalau emang tahu dan bisa, kenapa harus ditutup-tutupi, rendah hati boleh tapi jangan menghambat potensi kan ?) yang bermakna 'bermula di sini', dapatnya dari sebuah artikel di 'Ruang Baca Koran Tempo' yang dipinjamkan Ika, sahabat, brain-storming-mate plus bibliografi berjalan-ku. Istilah praktisnya sih sebenarnya digunakan untuk menamai kata-kata pertama dalam suatu karya teks, yang bias merujuk pada novel, puisi, lagu (tau ga sih, zaman dulu, manuskrip, dokumen atau karya dikenal dan dikatalogkan berdasar si incipit ini, bukan dengan judul lho).

Incipit, bermula di sini, inilah aku, dalam representasi pikiran (dan mungkin bonus afeksiku juga), hanya hendak menjadi 'statement of my mind and affection', tidak untuk menjadi sebuah kebenaran karena kebenaran yang dipaksakan hanya sekedar menjadi justifikasi belaka.

Dan, bermula di sini, apa yang sudah atau akan kuceritakan bukanlah sesuatu yang final dan definit karena aku manusia dengan segala keterbatasannya, jelas penuh cela, akan terus menjadi awal dari tulisan, opini, gagasan, pemikiran dan perdebatan lainnya, tesis. . . antitesis. . . dan sintesis. . . tanpa akhir.

Buka hati & pikiran, selamat datang dan selamat berpetualang ! ;)


Yogya, 28 Februari 2006

22:47


Senin, Desember 22, 2008

pindah

ceritanya baru pindah ni. sebelumnya dah punya blog, ga cuma 1 tapi 2, di sini dan di sini. cuma akhir2 ini, setelah mulai bersemangat (lagi) mengisi dan menata blog, berasanya blog yang belakangan jadi ga menarik. tampilannya susah untuk diutak-atik (atau aku yang ga bisa? :d ). jadi kuputuskan untuk pindahan ke sini aja. semoga pindah di rumah baru, semangat menulis juga ikut meningkat. jangan males2an kayak dulu.

selamat datang!